Pengertian Zuhud
Kata zuhud apabila dilihat menurut bahasa artinya meninggalkan dunia. Sedangkan takrif istilah Islam, arti zuhud adalah hati tidak terpaut atau tidak terpengaruh dengan dunia dan segala nikmatnya. Pengertian menurut syariat ini yang akan menjadi dibahas di sini karena zuhudyang sesuai syariat disukai oleh Allah dan Rasul. Hal itu juga termasuk dalam sifat-sifat mahmudah.
Jika pengertian zuhud seperti itu, tidak semestinya orang yang zuhud itu tidak memiliki dunia atau mesti meninggalkan segala nikmat dunia. Boleh jadi nikmat dunia yang dia dimiliki lebih banyak dari orang lain atau dia mengendalikan banyak urusan dunia. Namun, dunia yang melimpah itu, yang dimiliki atau yang dikendalikannya itu tidak mempesona dirinya. Dunia yang melimpah itu tidak sedikit pun jatuh ke hatinya. Bahkan baik dunia itu ada atau tidak, sama saja padanya.
Dia memiliki dunia serta mentadbirnya adalah dengan tujuan agar dunia itu dijadikan alat untuk memudahkan beribadah kepada Allah SWT dan berkhidmat sesama manusia. Dunia yang dimilikinya itu dijadikan jambatan untuk ke Akhirat. Ini sesuai pula dengan tuntutan ajaran Islam yang dinyatakan dalam hadis Nabi Muhammad saw:
Maksudnya: “Dunia itu adalah tanam-tanaman untuk Akhirat.” (Riwayat Al ‘Uqaili)
Itulah Islam. Islam mengajar atau mendidik kita bahwa dunia itu boleh diambil tetapi biarlah ia dapat dijadikan modal untuk beribadah kepada Allah dan melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya kepada manusia.
Demikianlah, supaya dengan itu memudahkan seseorang itu untuk mendapatkan pahala sebanyak- banyaknya agar dia memperoleh nikmat Syurga di Akhirat. Siapa yang menjual dunianya untuk Allah atau untuk Akhiratnya, maka Allah akan beli dengan bayaran yang berlipat ganda, jauh lebih tinggi nilainya. Yaitu digantikan dengan nikmat Syurga yang kekal abadi dan terhindar daripada siksa Neraka yang amat azabnya.
Persoalannya sekarang, bagaimana hukum dan cara kita mengambil dunia ini? Dan bagaimana cara mengendalikan dunia ini setelah realitinya ia berada di hadapan kita?
Pada saya ada beberapa kategori yaitu:
1. DUNIA YANG WAJIB
Dunia yang wajib diambil selagi ia halal ialah sekadar keperluan asas saja. Yang tidak boleh tidak (dharuri), yang mesti ada seperti tempat tinggal, makan minum, pakaian dan lain-lain. Kalau tidak diambil akan berlaku kecacatan di segi syariat atau di sudut fisik. Siapa meninggalkannya, haram hukumnya kecuali setelah diusahakan tidak behasil memperolehnya. Ini tidak menafikan zuhud.
2. DUNIA YANG SUNAT
Dunia yang sunat diambil ialah perkara yang digunakan (selagi halal) untuk kemudahan di dalam menunaikan tanggungjawab yang wajib serta digunakan untuk menghasilkan perkara yang tidak boleh tidak. Seperti kenderaan yang perlu, alat-alat rumah yang memudahkan menjalankan tugas rumah tangga seperti dapur gas, pinggan mangkuk, periuk, dulang, mesin cuci, mesin jahit dan lain-lain.
Agar dengan itu tidak membuang waktu yang banyak. Dan memudahkan menjalankan tanggungjawab. Bahkan adakalanya menjadi wajib aradhi (wajib mendatang). Kalau tidak ada alat-alat itu maka urusan yang wajib menjadi terkendala. Ini juga tidak menafikan zuhud. Perlu diingat, keperluan seseorang antara satu sama lain tidak sama. Maka sudah tentu alat-alat keperluan tidak sama. Sebagai contoh, alat-alat keperluan seorang guru sudah tentu tidak sama dengan alat-alat keperluan seorang petani. Kiaskanlah yang lain-lainnya.
3. DUNIA YANG HARAM
Dunia yang haram wajib ditolak seperti arak, uang judi, suap, hasil riba, hasil zina, tipu, rompak dan lain-lain. Ini karena perbuatan yang haram itu akan membawa ke Neraka.
4. DUNIA YANG MAKRUH
Dunia yang makruh diambil yaitu harta-harta yang syubhat. Yakni perkara-perkara yang samar-samar bercampur antara yang halal dan yang haram, yang tidak dapat dipastikan yang mana halal dan yang mana haram. Maka hukumnya makruh. Bagi orang yang warak, dia terus meninggalkannya. Sesiapa yang terlibat dengan harta syubhat ini ternafilah zuhudnya karena ia dibenci.
5. DUNIA YANG MUBAH
Dunia yang mubah (harus) diambil yaitu yang berbentuk untuk bersedap-sedapan, untuk kenyamanan seperti kursi yang mewah, buaian, kursi istirahat, tilam, tempat tidur yang mahal, kamar yang agak luas dari kadar biasa tetapi tidak keterlaluan besarnya, kenderaan yang mewah dan lain-lain, selagi halal. Cuma hisabnya banyak dan ia juga menafikan zuhud.
6. PEMUBAZIRAN
Perkara yang halal sekalipun, kalau digunakan terlalu berlebih-lebihan, sudah melebihi batas kenyamanan dan bersedap-sedap, ini sudah dianggap pemubaziran. Sedangkan pemubaziran adalah haram di sisi Allah. Dalam Al Quran pemubaziran itu dianggap sebagai kawan syaitan. Firman-Nya:
Maksudnya: “Sesungguhnya orang yang membazir itu adalah saudara kepada syaitan.” (Al Israk: 27)
Jadi, jika kita dapat menggunakan atau mengendalikan dunia yang dimiliki, yang tidak menafikan zuhud yaitu cara yang pertama dan kedua (dunia yang wajib dan sunat), ia masih dikatakan zuhud.
Dalam Islam, kalau seseorang itu mengambil dunia sekadar yang perlu dan untuk kemudahan atau paling tidak untuk kenyamanan, kemudian selain dari itu, dia tidak mau mengusahakannya karena kurang yakin dia boleh amanah dalam menggunakan dunia itu untuk Allah dan masyarakat, maka tidak salah dia berbuat demikian.
Demikianlah sebaliknya, kalau seseorang itu yakin dia dapat berlaku amanah pada dirinya terhadap dunia atau dapat mengendalikan dunia untuk Allah dan masyarakat dengan sebaik-baiknya, yakni dia yakin dapat berbuat kebaikan dan kebajikan yang banyak serta dapat bersyukur, maka tidak mengapa dia berusaha mencari kekayaan selagi halal. Padanya boleh berbuat demikian. Ini juga tidak menafikan zuhud.
Sebagai contoh: Katalah dunia itu ialah jabatan tinggi. Kita tidak yakin dengan jabatan itu kita boleh berlaku amanah terhadap Allah dan masyarakat, maka tidak salah kalau kita menolak jabatan tersebut. Sebaliknya, kalau kita yakin dengan jabatan itu kita dapat amanah dengan Allah dan masyarakat, maka tidak salah pula kita mengambilnya. Kalau harta, kita dapat mengambil sebanyak yang bisa didapat. Oleh karena itu kita perlu menghadapi dunia ini dengan iman dan taqwa agar dapat diurus dengan penuh amanah dan rasa tanggungjawab.
Perlu rasanya saya ingatkan, jika berlaku dalam satu masa atau satu zaman, secara umum masyarakat Islam tidak dapat melaksanakan fardhu kifayah; menyediakan keperluan makan minum yang halal, membangunkan tempat-tempat pendidikan, membeli persenjataan untuk melawan musuh-musuh, memberi beasiswa pada anggota masyarakat yang pandai supaya berilmu di berbagai bidang yang menjadikan masyarakat tidak bergantung kepada orang lain; maka bagi orang yang mampu di waktu itu, wajib aradhi dia mengusahakan hingga terlaksananya fardhu kifayah tadi. Kalau tidak, akan menjadi satu kesalahan pada mereka.
Juga diingatkan, apabila berzuhud jangan sampai kita atau Islam terhina. Ini dilarang kecuali kita memang tidak mampu walaupun sudah berusaha untuk mengadakan keperluan-keperluan yang asas. Di waktu itu tidak mengapa dan kita perlu bersabar. Jadi, kita perlu memahami sungguh-sungguh akan pengertian zuhud ini. Kalau tidak, jadilah kita orang yang mewah tidak bertempat atau miskin sampai terhina atau bermewah-mewah di sebarang tempat.
Maksudnya begini; untuk dapat mengekalkan zuhud mesti dilakukan beberapa cara. Di antaranya:
Mewah mesti tepat pada tempatnya. Contoh, kalau makan kenduri atau makan berjemaah, dibenarkan kita bermewah-mewah lauk-pauknya. Tetapi kalau kita makan seorang, eloklah berzuhud.
Miskin itu tidak dilarang tetapi tidak dibenarkan sampai tidak mencukupi keperluan-keperluan asas. Jadi dibenarkan miskin asal cukup keperluan asas.
Bermewah-mewah tidak boleh di sebarang tempat yakni di waktu orang semuanya miskin, tidak dibenarkan kita bermewah-mewah. Agar kekayaan itu dapat disalurkan kepada orang miskin.
Secara ringkasnya, kita boleh mengambil dunia ini tetapi perlu pertimbangkan mengikut ukuran semasa atau individu atau jemaah atau kumpulan atau pemimpin atau mengikut tanggungjawab serta tugas-tugas yang dipikul oleh seseorang dan lain-lain
Contoh: Mengikut ukuran semasa yang tidak menafikan zuhud:
Di zaman ini untuk efisiensi waktu, tenaga dan lain2, perlu naik kendaraan kapal terbang untuk perjalanan yang jauh, bukan pakai dokar yang ditarik sapi atau kuda atau naik mobil.
Di zaman modenr ini untuk berhadapan dengan musuh-musuh, perlu kita gunakan senjata-senjata canggih bukan lagi menggunakan keris.
Contoh: Mengikut ukuran kumpulan atau jemaah yang tidak menafikan zuhud:
Tidak salah bagi orang yang berjuang yang senantiasa sibuk, demi efisiensi waktu, tenaga dan lain-lain serta karena selalu didatangi tetamu, maka di rumahnya dilengkapi dengan kulkas, dapur gas, mesin cuci dan parabot untuk kemudahan lainnya. Tidak salah juga menyediakan permadani di rumah, di kantor dan di masjid selagi halal dengan tujuan menghormati tetamu atau kepentingan umum. Bahkan di negeri-negeri dingin, menyediakan permadani di rumah dan di masjid sudah menjadi wajib aradhi pula.
Bahkan melengkapi alat-alat kemudahan ini sudah jadi perlu bagi orang yang berjuang yang masanya terbatas. Kalau terlalu lama masa dihabiskan untuk mencuci misalnya, ini dikira termasuk pemubaziran waktu, tenaga dan lain-lain. Sedangkan waktu itu sepatutnya lebih baik digunakan untuk pengurusan hal-hal yang lebih perlu. Katalah contohnya, dengan adanya mesin cuci, kita ada waktu lebih untuk melayan suami terutama kalau suami kita pulangnya pun hanya sekali-sekala. Boleh juga diniatkan sewaktu mesin cuci itu bekerja, kita dapat istirahat atau tidur, dengan tujuan dapat bangun sembahyang malam. Kecuali untuk orang perseorangan yang tidak berjuang atau tidak ada tanggungjawab menyediakan kemudahan-kemudahan ini, dia tergolong orang yang tidak zuhud sebab kalau diberi kemudahan dia akan santai saja. Mungkin tidur baring saja atau duduk-duduk berbual kosong atau menjadikan dia berlalai-lalai. Ini menjadikan dia cinta dunia.
Berbeda dengan orang yang berjuang, yang waktunya terbatas, banyak tanggungjawab dan senantiasa bergerak cepat. Kalau tidak ada alat-alat kemudahan ini, ia akan melambatkan atau mengganggu program-program yang lain. Atau banyak tanggungjawab tidak dapat dilaksanakan.
Contoh lain: Mengikut ukuran pemimpin yang tidak menafikan zuhud. Bagi seorang pemimpin, penting padanya keperluan alat-alat kemudahan yang canggih seperti mobil, telefon, faks, komputer, perbelanjaan perjalanan dan lain-lain lagi. Kalau tidak ada kemudahan alat-alat tadi, sudah tentu terkendala perjuangannya.
Juga diingatkan, kalau duit kita terbatas, janganlah dihabiskan untuk membeli barang-barang untuk kemudahan. Dibimbangkan, nanti tidak ada langsung bagian untuk kita berbelanja pada perkara-perkara yang asas atau terabai kewajiban fardhu kifayah. Ini akan jadi satu kesalahan. Karena perkara yang asas, wajib ditunaikan dan membangunkan masyarakat itu adalah lebih perlu supaya terlaksananya fardhu kifayah. Itu lebih patut kita utamakan. Biarlah kita susah sedikit asalkan kewajiban dapat ditunaikan.
CINTA DUNIA
Lawan zuhud ialah cinta dunia. Yakni orang yang hatinya terpaut dengan dunia atau mencintai dunia. Sama ada dia boleh memiliki dunia atau tidak, sedikit atau banyak, maka ternafilah sifat zuhudnya. Antara dunia itu ialah harta, yakni yang berupa uang, emas, intan berlian, rumah, kenderaan, tanah, kebun dan lain-lain lagi. Atau pangkat seperti jabatan raja, perdana menteri, menteri, direktur, dan lain sebagainya.
Dunia ini sifatnya mempesona seperti gadis cantik yang memperdaya. Siapa yang memandang semua akan jatuh hati. Jadi siapa saja yang memandang atau memiliki gadis cantik ini tidak lepas dari tertarik atau tergoda padanya. Begitulah juga dengan orang yang cinta dunia. Sudah pasti dunia itu akan mempesonanya. Orang ini tidak akan dapat lepasdari tipu daya olehnya. Allah nyatakan hal ini di dalam firman-Nya:
Maksudnya: “Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan bagi orang yang terpedaya.” (Al Hadid: 20 / Ali Imran: 185)
Allah juga memberi peringatan keras di dalam firman-Nya: Maksudnya: “Jangan sampai dunia itu menipu daya kamu.” (Luqman: 33)
Itulah dunia. Kenapa setelah Allah beri dunia, kemudian dilarang- Nya kita mengambil sewenang-wenangnya dan dunia itu dikatakan penipu pula? Apa maksudnya?
Maksud dunia itu menipu ialah ia menjadikan manusia lalai, tidak dapat tunduk dan tidak patuh lagi pada syariat Allah SWT. Kemudian cinta dunia boleh menyebabkan seseorang itu menjadikan matlamat hidupnya hanya untuk dunia walaupun dia tahu dunia ini tidak kekal. Dia tahu dia juga akan mati dan akan kembali ke Akhirat. Namun dia tidak buat persiapan atau persediaan apa-apa untuk ke sana.
AKIBAT CINTA DUNIA
Cinta dunia ini dapat mengakibatkan beberapa hal. Di antaranya:
- Dia senantiasa bertungkus-lumus memburu dunia sehingga tidak pernah memperhitungkan halal atau haram.
- Hatinya senantiasa bimbang atau tidak tenang kalau-kalau dia tidak mendapat dunia yang diburunya itu.
- Dia jadi manusia yang inferiority complex atau hina diri dengan manusia yang berada bilamana dunia itu tidak dapat dimilikinya.
- Kalau dia memiliki dunia itu, bimbang pula kalau-kalau hilang atau berkurang dari tangannya. Bimbang dibinasakan oleh bencana alam atau dicuri oleh manusia dan sebagainya.
- Kalau dia lihat ada orang lain dapat lebih darinya, dia akan susah hati. Dia akan berusaha mencari lagi untuk mengatasi orang itu dengan apa cara pun, selain merasa hasad dengki terhadap orang itu.
- Dia jadi orang yang berangan-angan untuk senantiasa terus menambah lagi dunia yang telah ada dan fikiran serta usaha-usahanya senantiasa ke arah itu.
- Dia akan jadi orang yang tamak dan rakus.
- Kalau dia memiliki dunia, dia akan jadi manusia yang sombong dan boleh jadi kejam.
- Walaupun niatnya untuk mencari kebahagiaan atau ketenangan tetapi badan, hati dan fikiran tidak kenal istirahat, tidak ada ketenangan dan kebahagiaan lagi.
- Ia tidak akan tunaikan kewajiban dengan dunia yang dimilikinya. Umpamanya, jika dia dapat pangkat atau jabatan dia akan jadikan itu semua untuk kepentingan diri peribadinya lebih dari Allah SWT dan dari berbakti kepada masyarakat.
- Kalau dia orang yang berharta, ia tidak akan keluarkan zakat yang menjadi kewajibannya. Apatah lagi kewajiban yang aradhi dan untuk bersedekah.
- Ia tidak akan tunaikan kewajiban yang aradhi (mendatang). Contoh, orang yang susah tidak dibantunya. Kalau negaranya menghadapi perang, bencana atau kesusahan, dia tidak akan memberi bantuan.
- Akan timbul pecah belah dan hilang kasih sayang dan persaudaraan karena sombong dengan dunia dan kepentingan diri sendiri.
Manusia akan membencinya. Apatah lagi Allah. Sebab itu sebuah Hadis Nabi Muhammad SAW menyeru:
Maksudnya: “Hendaklah kamu zuhud dengan apa yang ada di dunia niscaya kamu akan dicintai Allah. Hendaklah kamu berzuhud dari apa yang ada pada manusia niscaya kamu akan dicintai oleh manusia.” (Riwayat Ibnu Majah)
Ia akan jadi perusak masyarakat. Karena hendakkan dunia, dia sanggup menipu, menyogok, rasuah, makan riba, beli undi, beli ijazah, beli kertas periksa, beli perempuan atau lelaki dan lain-lain lagi.
Kalau dia berjabatan pemerintah, mungkin dia jadi diktator, kejam, dzalim, yang sanggup menjatuhkan lawan dengan menaburkan uang untuk mempertahankan kedudukannya, menghina dan memfitnah orang demi mempertahankan jabatan atau karena inginkan jabatan itu.
Timbullah huru-hara, haru-biru, kucar-kacir, demontrasi atau mungkin juga peperangan di tengah-tengah masyarakat.
Demikianlah buruknya akibat cinta dunia ini. Maka berlakulah kemuncak kerusakan di kalangan umat Islam di akhir zaman ini. Hatta tidak berpadunya mereka karena inilah. Hingga mereka menjadi lemah dan binasa. Baginda Nabi Muhammad saw sendiri pernah berpesan:
Maksudnya: “Akan tiba ketikanya kamu akan dikeronyok oleh musuh-musuh sebagaimana orang-orang yang berebut untuk makan suatu hidangan.” Para Sahabat bertanya: “Apakah ketika itu jumlah kami sedikit, ya Rasulullah?” Jawab Baginda: “Tidak, bahkan jumlah kamu ketika itu ramai sekali tetapi seperti buih-buih ketika air bah, sedang kamu ditimpa penyakit wahan.” Mereka bertanya lagi: “Apakah penyakit wahan itu ya Rasulullah?” Baginda menjawab: “Kecintaan kepada dunia dan takut mati.” (Riwayat Abu Daud)
Bahkan cinta dunia inilah yang menimbulkan seribu satu macam penyakit masyarakat. Sebab itu Baginda Nabi Muhammad saw mengingatkan kita:
Maksudnya: “Cinta dunia kepala segala kejahatan.” (Riwayat Al Baihaqi)
Di sinilah pentingnya memiliki sifat zuhud itu.
Pada saya, dunia itu boleh diambil atau dikendalikan dengan syarat kita tidak jatuh hati padanya dan mengambilnya mengikut keperluan- keperluan yang telah disenaraikan tadi. Tetapi kalau tidak ada dunia dalam tangan sedangkan hati gila dunia, tetap juga tidak dikatakan zuhud. Kalau begitu sebagai kesimpulannya, asas zuhud itu terletak pada hati itu sendiri. Bukan berarti tidak ada dunia, bahkan ada dunia tetapi hatinya tidak terpaut dan pandai menggunakan dunia itu pada tempatnya seperti yang telah kita jelaskan, orang itu tetap bersifat zuhud. Sebaliknya kalau tidak ada dunia tetapi hatinya terpaut dengan dunia, tetap dianggap tidak zuhud.